Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2014

INI CITA-CITA KU!

Cita-cita dan harapan, dua kata yang hampir bermakna sama. Saya lebih suka menyebutnya dengan cita-cita. Cita-cita dahulu dan kini memang bisa berbeda. Jika dahulu saya punya cita-cita untuk menjadi seorang dokter, maka hari ini saya tinggikan cita-cita saya, menjadi cita-cita yang menurut saya banyak ditinggalkan kaum anak-anak dan kaum dewasa saat ini. Ya, saya bercita-cita menjadi Doktor kemudian Professor! Mengapa saya bisa berkata bahwa cita-cita ini tidak banyak dilirik orang? Beberapa pekan lalu, saya hadir dalam sebuah forum mahasiswa. Setiap mahasiswa mengungkapkan cita-citanya. Saya waktu itu mendapat giliran terakhir setelah 20-an orang menyatakan cita-citanya. Tidak ada satupun cita-cita yang sama. Coba tebak, apa cita-cita mereka semua? Hampir semua bercita-cita sebagai seorang wirausahawan di bidang pertanian dan kuliner, sebagian lagi bercita-cita sebagai politisi dan menteri, bahkan istri menteri. Semua cita-cita yang dahulu sempat menggayut dalam pikiran saya.

Rezeki implisit

Akhir-akhir ini saya melupakan sebuah hal yang sangat penting. Sayangnya, saya baru menyadari ini setelah keadaan saya seperti ini. Rezeki, jodoh dan kematian telah digariskan Alloh. Sebagai manusia, kita hanya dituntut untuk selalu berdoa dan berusaha. Rezeki? Terkadang kita hanya berpikir bahwa rezeki hanyalah berwujud harta benda. Saat kita merasa cukup dengan harta benda yang kita miliki, permohonan rezeki kepada-Nya justru semakin pudar Seakan-akan nikmat rezeki hanyalah harta benda yang kasat mata. Lantas, pantaskah kita tak berdoa hanya karena harta benda kita sudah cukup? Sejatinya rezeki tidak sebatas dengan harta benda. Bagaimana jika hari ini kita melihat saudara kita yang terbaring sakit sedangkan diri kita masih mampu berjalan tegak? Bagaimana jika hati kita bergejolak karena rasa ketentraman telah dihilangkan? Sungguh manusia sangat ingkar ketika sehat ia tak berdoa pada Allah agar ia tetap sehat. Sungguh manusia sangatlah hina, saat hatinya tenang dan tentram, ia ti