Langsung ke konten utama

Kisah Abal-Abal Tapi Bermakna :)


Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Alhamdulillaah, segala puji hanya milik Allah Azza Wa Jalla, sholawat selalu terlimpahkan pada penutup para nabi, Rasulullaah Muhammad shalallahu alayhi wassalam.
Beberapa kisah singkat ini mungkin mewakili berjuta kisah dalam hidup saya. Apa pun yang terjadi dalam kisah ini, toh ini juga sudah terjadi. Kalau memang ada kesamaan perilaku yang tergambar pada cerita ini, anggap saja ini bukan Anda. Atau jika Anda memang bijak, ambillah semua hikmah di balik cerita ini.
Yakinlah, saya tidak akan mengungkap hal yang bersifat pribadi. Ini hanyalah cerita penuh hikmah, insyaAllah.
--Bagian Pertama--
Tentang Sebuah Nama
Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Tak terkecuali memberikan sebuah nama yang terbaik untuk anak-anaknya. Tapi kenyataannya saya tidak merasa diberi nama yang baik. Waktu itu usia saya lima tahun. Usia yang terbilang sangat muda untuk menyelesaikan teka-teki yang rumit ini. Saya terlanjur termakan oleh omongan saudara sendiri, mereka men-judge saya bahwa nama saya adalah nama untuk anak laki-laki. Mungkin kalau kalian belum mengenal siapa saya, kalian akan menjadi segelintir orang yang mengira bahwa "Miftahul Ajri" adalah nama anak laki-laki.
Protes, kesal, gelisah. Bayangkan saja anak usia lima tahun gelisah sekali akan namanya yang tidak "pas". Jawaban orang tua akan nama yang tidak "pas" ini rasanya tak pernah mengalahkan olokan saudara-saudara saya. Akhirnya saya putuskan untuk mengganti nama saya sendiri.
Pagi itu, sebelum pelajaran dimulai. Saya menghampiri ibu guru TK, beliau paham kalau saya mau berbisik. Tanpa ragu beliau merendahkan tubuhnya supaya saya bisa berbisik pada beliau. "Ibu guru, saya ganti nama looooooooo".
Ketika kami akan memulai pelajaran, tiba-tiba guru saya berkata di depan kelas "Anak-anak, teman kita ada yang mengganti namanya. Sekarang mbak Ita maju ke depan ya."
Dengan tenang saya ke depan kelas, tak ada rasa ragu dalam diri saya. Jelas sekali kalau yang saya inginkan hanya mengganti nama.
"Nama baru Ita adalah Miftahul Ajria" kata Ibu guru dengan mantap tanpa memperlihatkan ekspresi kurang setuju.
Dan hei perhatikan! Kini nama saya sudah menjadi nama anak perempuan dengan hanya menambahkan kata 'a' di belakang nama asli saya, menurut saya sih. Meskipun entah, kejadian itu seakan dilupakan. Sepertinya episode hari bersejarah itu seakan dihapus oleh episode yang terlalu biasa.
--Bagian Kedua--
Kisah Kasih di Taman Pendidikan Al-Qur'an
Hal yang saya benci saat masuk TPA adalah bertemu kakak kelas yang punya keahlian super. Ada yang "super ganas", "super maksa", dan super-super lainnya. Sewaktu kelas II SD, pernah ditantang kakak kelas dan saya tantang balik. Namun ditutup dengan ucapan saya "permisi mbak, aku arep metu sikik." dan Anda tahu yang terjadi, saya pulang ke rumah dan "mbrambangi".
Hal yang membuat saya takut adalah masuk kelas Al-Qur'an (TQA). Tak lain karena gosip dari kakak kelas kalau masuk kelas TQA tugasnya nulis Al-Qur'an satu lembar. Untuk ukuran anak kelas II SD, ini adalah pekerjaan super dan otomatis dari masuk sampai lulus (sebenernya bukan lulus tapi keluar) tetap setia di kelas TKA. Kerjaan simple sekali, hanya bermain, belajar, menyanyi alias BBM. Bukan menulis Al-Qur'an,hehe.
Di TPA saya yang pertama ini memang banyak pengalaman tak terlupakan. Mulai dari beli soto seharga 500, sampai naik Jet-Coaster pertama kali secara gratis.
Dan setelah vakum beberapa tahun dari dunia per-TPA-an, akhirnya saya memutuskan TPA kembali di tempat yang berbeda. Dan disinilah kisah romantisnya.
Menurut saya, TPA baru saya ini kasihan sekali. Asatidznya sedikit, muridnya sedikit, pikniknya juga sedikit. Tapi alhamdulillaah lama kelamaan juga jadi terkenal. Well, mana kisahnya????
Waktu itu usia saya lumayan banyak, cukup untuk mengerti arti kata "pacaran". Direktur pertama di periode pertama saya TPA adalah seseorang yang menurut saya yang pertama memulai kisah cinta ini. Direktur pertama ini cukup bertahan lama untuk memimpin TPA, namun tak diduga beliau akhirnya melepaskan jabatan ini. Mengapa? Ya karena masa jabatannya sudah habis, hehe.
Kepemimpinan dilanjutkan pada direktur berikutnya. Direktur yang satu ini lumayan "serem". Tapi saya salut sama direktur yang satu ini. Semangatnya begitu luar biasa, ia adalah guru kami (anak-anak TPA) yang paling baik, mengajar kami tak sekedar dengan ilmu yang dihapalkan. Tapi akhirnya ia juga harus mengakhiri periode kepemimpinan. Mengapa? Jawabannya sama kayak sebelumnya, hehe.
Saya sudah lupa siapa selanjutnya yang mengisi periode setelahnya. Namun bagian kisah yang saya ingat ketika salah satu kakak saya akan "dicalonkan" sebagai direktur TPA (tapi akhirnya juga nggak jadi) saja ajak ngobrol.
"Mbak, aku ra pengen nek mb ---- (nama disensor) dadi direktur TPA"
"Ha ngopo?" jawab mbakku yang paling cantik (karena nggak ada yang lainnya).
"Mengko nek mb ---- dadi direktur TPA, paling malah dadi nduwe pacar"
"Kok iso? Nek dadi direktur TPA ki kudune malah tambah sholeh" (sejatinya kakak saya sudah tahu apa yang akan saya katakan).
"Ha kae mbak, direktur-direktur sakdurunge mesti akhir e pacaran."
"He he he."
Kalau yang belum ngeh sama ceritanya, silahkan ulangi bagian dialog saya dengan kakak.
--Bagian Ketiga--
Omongan yang Tak Sejalan Kenyataan
Kisah ini begitu singkat, karena saya ingin kisah singkat ini akan menyingkat kesalahan dan memperpanjang intropeksi #alesan
Kebiasaan kampung kami sewaktu di bulan Ramadhan adalah mengadakan sholat tarawih berjamaah. Tempat tarawih anak-anak dipisahkan dengan orang tua. Wajar jika ketika sholat banyak anak-anak yang membuat keributan. Entah itu senggol sana-sini, nangis, lari-lari, ngobrol waktu shalat, apapun itu. Kakak-kakak kami selalu mengingatkan kami untuk tidak membuat keributan. Ketika kami sholat, mereka para kakak selalu berkata dengan cukup keras "Hayoo yang di sebelah sana masih rame." Tapi apa kenyataannya? Mereka para kakak justru asyik ngobrol dengan sesamanya sewaktu kami sholat, tak pernah merasa bahwa kami yang sedang sholat nantinya juga akan dewasa.
--Bagian Keempat--
Pendapat Umum Pertama
Kali ini saya sudah menginjak usia remaja. Dan artinya saya tak lagi menjadi siswa TK atau TPA. Saya mulai merasakan hiruk pikuk sebagai seorang aktivis amatir.
Malam itu, kami semua dikumpulkan di serambi masjid. Duduk melingkar dan semua terlihat tegang. Maklum banyak anak baru disini, termasuk yang menulis cerita ini. Kali ini rupanya para senior menguji kita dengan memberi tugas masing-masing individu untuk mengungkapkan apa saja pendapat mengenai organisasi ini. Mendengar teman-teman berbicara, saya sih santai-santai saja. Mereka lancar-lancar saja berbicara. Tapi mengapa sewaktu giliran saya menyampaikan pendapat, tiba-tiba tubuh saya bergetar hebat. Ternyata ini tak semudah yang saya kira. Kakak saya yang berada di samping saya terus berbisik.
"Ayo Ita, ngomong." kata mbak
"A--rep ngo---mong o--po? aku ra nger--ti"
"Opo wae."
Tubuh saya bergejolak hebat. Tiba-tiba kakak saya berbisik sekali lagi.
"Rokok, Ta.. Rokok"
Seketika itu juga saya ingat, bukankah saya sangat benci sekali dengan ROKOK? Ya, itu topik saya. Tapi bagaimana saya akan memulai berbicara?
"Eeee. " Saya mulai berbicara. Anda tahu? Saya menangis waktu itu, saya bingung bagaimana saya harus berbicara.
"Ayo lanjut" kata embak saya
"Mas mas ka--lau me--rokok ja--ngan di ling--kungan mesjid. Sa--ya kadang batuk-batuk ka---lau ada o--rang me--rokok."
Banyak mbak-mbak yang tersenyum pada saya. Seakan mata mereka mengatakan "Kamu telah mewakili kami apa yang selama ini kami rasakan." #lebay
Meskipun apa yang saya ucapkan sebenarnya bukan yang saya harapkan. Tapi semoga mereka tahu bahwa saya hanya ingin berbicara "Jangan merokok mas, kalian ini remaja masjid".
Jazakumullaahu khairan katsiira para ustadz dan ustadzahku, di TK, SD, SMP, SMA, dan tentunya di TPA.
Setiap manusia lazimnya punya kesalahan. Dan lazimnya juga punya kelebihan. Saya yang menulis di sini belajar banyak bahkan banyak sekali dari bapak/ibu/mas/mbak semua.
Yang merasa kisahnya ada di sini, yakinlah itu bukan kalian hari ini. Ini hanya masa lalu, dan masa lalu yang kelam bisa kita ubah dengan kemenangan di masa depan.
Saya mencintai kalian karena Allah :)
With love,
Miftahul Ajri -it means someone who has the key of a good gift, insyaAllah-


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Celupkan Jarimu Ke Air Lautan (Taufiq Ismail)

Bertanya seseorang pada junjungan kita; Wahai Rasulullah tercinta Bandingkan dunia kini dengan akhirat nanti Menjawab Rasulullah Sallallahu’alaihiwassalam; Celupkan jarimu ke air lautan Air yang menetes dari ujung jarimu Itulah dunia seisinya Air yang selebihnya di lautan Air yang seluruh di samudra Itulah akhirat nanti Wahai alangkah kecil arti dunia Wahai alangkah kerdil arti dunia Wahai alangkah remeh arti dunia Wahai alangkah wahai Tak berartinya dunia Yang mengejar akhirat Akan mendapatkan akhirat dan dunia Yang mengejar dunia Cuma mendapat dunia

Komik Anti Pacaran

Ini komik recommended banget! Baca aja pasti semakin mantep buat nggak pacaran, yang udah terlanjur masih ada kesempatan kok untuk memperbaiki diri :) Taken from  http://www.ngomik.com/chapter/20536/masihkah-ingin-pacaran/read?page=1 Klik gambar untuk memperbesar.