Langsung ke konten utama

Tarian Aurora

Mungkin saya adalah orang yang harus berhati-hati untuk menceritakan masalah pribadi di blog ini, dunia tanpa batas yang tak tahu siapa sangka kami lihat? Untuk masalah ini, oke deh.. saya mau berbagi. Niatnya bukan buka-bukaan masalah, just share my experiences in this unpredictable world!
Perasaan saya hari ini sangatlah berbeda dengan perasaan beberapa jam yang lalu. Sekarang tepat pukul 22.38 dan 6 jam yang lalu adalah pukul 16.38 saat saya sedang resah, entah kepala ini begitu pening. Parahnya lagi, saya anti sekali dengan obat pusing yang beli di warung,hehe. Sepertinya saat itu hati dan jiwa benar-benar gersang. Mungkin mengingat bacaan lebih baik, tapi saya salah, suara saya tertahan, serak, bahkan tak mau mengakui bahwa saya lagi sakit tenggorokan. Berusaha merebahkan badan di atas kursi ruang tamu. Mulai mengingat yang mencipta kehidupan ini. Tapi tetap saja, justru saya dihadirkan suasana yang memilukan. Dilema, itulah yang terjadi. Harusnya saat itu saya ada di masjid, memenuhi janji untuk mengajari beberapa murid increadible yang akan ‘ngisi’ tilawatil qur’an pengajian malam ini. Dalam pikiran saya, kepala ini pening. Oh tidak, anak-anak super increadible itu pasti menunggu saya di masjid, maaf teman saya tak sanggup ke sana. Paling-paling nanti ba’da maghrib mereka datang ke rumah, pikirku sok jadi orang penting. Lupakan kepeningan ini, ingin rasanya malam nanti berlalu cepat.
Maghrib datang, dan akhirnya saya mulai bisa beradaptasi dengan sakit ini. Sholat ke mushola gak ya? Ragu-ragu. Sudahlah, sholat di rumah saja sekalian jaga rumah. Rumah saya masih sepi, belum pada pulang. Sehabis sholat dan baru dapat dua ayat, teman adik saya ‘ngampiri’, mau cari shohibul bait kajian ikhwan kayaknya. Lanjut, orang tua saya pulang. Loh, ternyata simbah ikut pergi bersama kedua orang tua saya, dan terlihat sangat senang sekali. Jadi ingat, kalau besok sudah jadi simbah-simbah bisa nahan ngeluh-ngeluhan tiap hari gak ya? Pasti bisa. Mulai dari sinilah, pening di kepala saya sedikit membaik. Dan sudah diduga-duga. Makhluk-makhluk increadible itu datang dengan membawa tanda-tanda yang sangat akurat. Pertama, suara mereka yang riuh di sepanjang perjalanan (sandal keseret-seret, ketawa-tiwi). Dan tanda kedua sekaligus terakhir adalah mengetuk pintu dengan sangat keras. Tapi aneh, kali ini mereka tidak mengucap salam, benar-benar anak-anak TPA yang ‘hebat’ ya?. Kau tahu? Saya mulai lupa dengan kepeningan kepala saya, berlangsunglah percakapan serius dengan mereka.
“Mbak, tadi kok nggak berangkat TPA?”
“Hehe. Lagi mumet.”
“Bawa Al-Qur’an gak?”
“Nggak, niatnya ke sini cuma tanya-tanya.”
“Oh.” Mereka sudah siap mungkin ya. Alhamdulillaah deh.
Dan mulailah latihan itu. Awalnya pakai irama Hijaz, tapi karena ini dadakan dan mereka belum sempurna menguasainya, jadi pakai irama lama dulu. Parahnya, aku lupa nama irama itu apa,hehe. Mereka cepat sekali menguasainya. Dan berakhirlah latihan singkat itu saat kumandang adzan pertanda saatnya sholat Isya’.
Malam ini selepas isya’ akan ada pengajian plus event tambahan. Kau tahu apa event tambahan itu? Tidak, kemungkinan kecil kalian tahu. Hari ini akan ada wisuda santri TPA, dan event plus-plus lainnya adalah pelantikan pengurus remaja masjid, hampir saya melupakannya.
Baik, saya datang ke masjid pukul 20.10, dan acara sudah dimulai (hebat, kan?). Salah kostum! Ya, harusnya pakai seragam remaja masjid, tapi mengapa saya malah pakai baju warna merah? Sangat berbeda, miris, tapi lumayan buat guyonan anak-anak. Dan saatnya anak-anak TPA tampil di panggung tuk menyanyikan tiga buah lagu. Entah karena teringat oleh kesalahan yang sering aku lakukan, mendengar mereka menyanyi, aku terharu. Kau tahu apa kesalahan itu? Aku sering meninggalkan mereka, egois, ya itulah saya. Kadang kegiatan di sekolah membuat saya sejenak meninggalkan rutinitas ini, menatap mereka dan berpikir masa depan mereka pasti sangat baik. Dibalik keceriaan mereka bermain, dapat giliran baca iqro’, curi-curi waktu untuk jajan keluar, sampai menjahili teman-teman sekelaslah yang membuat hati ini merasa nyaman, jauh lebih baik, bisa dibilang 200% lebih baik.
Merekalah, para nahkoda umat dan lautan masa depan. Merekalah yang akan meneruskan perjuangan kami semua di lingkungan yang terbangun sangat luar biasa ini. Saya menyimpan sejuta harapan bagi mereka semua, kelak merekalah yang akan membuat negeri ini terguncang, bukan karena gempa dan puting beliung tetapi karena longsornya akhlaqul mazmumah bangsa merdeka ini. Ada sesuatu yang sangat berbeda ketika saya berorganisasi di sini, lingkungan masyarakat luar biasa ini. Mungkin di sekolah saya hanya menjumpai teman-teman yang terbilang ‘homogen’ dengan pola pikir yang hampir sama, bisa dibilang nggak susah ber-partner bareng mereka. Tapi di sini, begitu sangat ‘heterogen’ perlu penyesuaian memang tapi terjadinya begitu cepat.
Alkisah, banyak anak-anak TPA yang mempunyai kemampuan luar biasa, cerdas! Itu yang bisa saya katakan. Bukankah Tuhan menciptakan manusia itu dengan perbedaan? Dan kehadiran anak-anak yang lainpun menghiasi TPA kami. Perlu kesabaran untuk menghadapi anak-anak yang belum menemukan guru yang baik (vers. Prof. Yohanes Surya). Sangat miris, ketika salah seorang ustadz bertanya dengan salah seorang santri.
“Banyak-banyak makan sayur ya sayang, biar tambah oke ngajinya.”
“Gak pernah makan sayur. Cuma suka makan mie instan.”
Wealah, ya diusahain ya…. Minum susu juga biar makin keren belajarnya”
“Gak pernah minum susu juga ee mas”                                                                                  (conversation-nya agak beda sama aslinya waktu mereka ngomong, ind.-vers.+dihalusin)
Bussshh. Angin berhembus menelan sejuta saraf kenistaan di hati kami semua. Dia tak pernah minum susu. Dia tak pernah minum susu bukan karena ia alergi susu atau lebih suka minum multivitamin, tidak! Orang tuanya tak mampu membelikannya susu. Dia memang belum menemukan guru yang tepat dalam belajarnya. Tetapi anak ini luar biasa, melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan bocah-bocah seumurannya.  Bayangkan, di usianya yang baru menginjak 8 tahun, tiap ada pengajian di malam hari ia selalu ikut membantu para bapak menyiapkan tempat, mengusung gelas, dan duduk saat pengajian tanpa kehadiran orang tuanya. Dialah yang menjadi semangat kami semua, untuk terus bertahan menjadi bagian dari hidup mereka semua, para anak yang belum menemui tepat siapa gurunya.
Mungkin cerita ini tak kunjung selesai. Baiklah, kembali ke cerita semula. Saya akui saya terharu mendengar mereka menyanyi, “Laskar Pelangi” menjadi penutup nyanyian mereka sekaligus menjadi awal kepercayaan dalam diri saya bahwa mereka punya cita-cita yang agung. Dan acara berganti, menjadi wisuda santri TQA. Hanya lima orang memang, tapi ini adalah suatu kebanggaan yang luar biasa bagi seluruh asatidz di TPA. Selamat berjuang teman! Selamat datang di dunia baru kalian, bukan lagi bermain di serambi masjid saat ada waktu luang di TPA, sebenarnya kalian akan bermain juga, bermain sebuah permainan hidup yang tak dijumpai saat kalian masuk di bangku SD.
Cukup. Saya rasa memang harus mengakhiri cerita ini. Semoga kalian dapat mengerti bahwa dunia diciptakan untuk saling mengenal. Tahu kenapa saya memberi judul post  ini “Tarian Aurora”?. Di akhir pengajian malam itu. Teman sebelah saya berkata.
“Mbak, aku kira cerita yang tarian aurora kemarin itu nyata. Hebat banget, tapi sewaktu mbak Ita bilang itu cerita fiktif, penonton kecewa”
“Hihihihi. Tapi bagus to ceritanya? Bikin kita semangat. Judulnya aja keren banget, Tarian Aurora.”
Tarian Aurora, buah karya penulis favorit saya, Tere Liye alias Muhammad Darwis. Thanks kak! Gak nyangka beberapa bulan lalu bisa ketemu di acara sekolah.
Akhirnya….
Ucapan spesial teruntuk mas Imam Abror kakak saya yang sangat berani mengambil resiko dan selalu mengingatkan saya arti Founding Father dan tanggung jawab. Ustadzh/ah TPA Melati Muda, mbak Isti Nurrohmah untuk keceriannya, mas Afif Bimantara untuk kontribusi materinya, mbak Faida untuk semangat dan istiqomah-nya , Kurnia Afifah untuk kelucuan anti saat bertanya, Darti untuk diskusi hebatnya, Risna, Wulan, Ambar, Ainun, Yafiq dan asatidz lainnya.
Terimakasih untuk semua asatidz di penjuru dunia! Jangan pernah putus asa, kelak akan ada buah kemanisan dari ini semua. Jazakumullaahu khairan katsira. Fastabiqiul khairat! Albirru manittaqo!

Komentar

  1. Luar Biasa blognya...
    Smoga dapat menginspirasi manusia-manusia lainnya tuk semakin semangat berjuang di jalan Allah SWT..
    Keep it up sista! ^^

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Celupkan Jarimu Ke Air Lautan (Taufiq Ismail)

Bertanya seseorang pada junjungan kita; Wahai Rasulullah tercinta Bandingkan dunia kini dengan akhirat nanti Menjawab Rasulullah Sallallahu’alaihiwassalam; Celupkan jarimu ke air lautan Air yang menetes dari ujung jarimu Itulah dunia seisinya Air yang selebihnya di lautan Air yang seluruh di samudra Itulah akhirat nanti Wahai alangkah kecil arti dunia Wahai alangkah kerdil arti dunia Wahai alangkah remeh arti dunia Wahai alangkah wahai Tak berartinya dunia Yang mengejar akhirat Akan mendapatkan akhirat dan dunia Yang mengejar dunia Cuma mendapat dunia

Komik Anti Pacaran

Ini komik recommended banget! Baca aja pasti semakin mantep buat nggak pacaran, yang udah terlanjur masih ada kesempatan kok untuk memperbaiki diri :) Taken from  http://www.ngomik.com/chapter/20536/masihkah-ingin-pacaran/read?page=1 Klik gambar untuk memperbesar.