Langsung ke konten utama

Yakin Gak Sombong?

Waktu menunjukkan pukul 22.31 dan hebatnya saya masih melek (gak usah heran gitu lo, biasa aja mukanya 😏). Mungkin ini efek satu cangkir capuccino saat les tadi (bukan peminum kopi jadi sekali minum efeknya bisa 2 hari, gak percaya? tanya temen satu KKN wkwk).

Oke lanjut ke topik malam ini, saya mau bahas soal dua kata, kritik dan sombong. Dua kata tersebut sedang nge-kos di pikiran saya akhir-akhir ini.
Hal itu bermula ketika saya merenungkan apa arti sebenarnya dari sombong. Islam menjelaskan bahwa sombong (takabbur atau al-kibr dalam bahasa syariat) adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia, seperti yang disampaikan dalam hadist berikut.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda  الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ  Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” [H.R. Muslim, no. 2749, dari ‘Abdullah bin Mas’ûd]

Artinya, sombong berbeda dengan 'ujub. 'Ujub hanyalah membanggakan diri tanpa meremehkan orang lain, sedangkan sombong adalah perilaku membanggakan diri dan sekaligus meremehkan orang lain (Atsari, 2011 -muslim.or.id-).

Lalu apa hubungannya dengan kritik?
Menurut saya, salah satu indikator kesombongan seseorang adalah penerimaan kritik. Ketika seseorang mampu menerima kritik dengan baik, maka pribadinya jauh dari kata sombong. Sebaliknya, jika seseorang tidak dapat menerima kritik dari orang lain, maka sesungguhnya ia telah menjadi pribadi sombong. Kok bisa? Alasannya jelas, tidak menerima kritik berarti merasa dirinya paling benar (merendahkan orang lain) serta menolak kebenaran (lengkap sudah kriteria sombong melekat pada pribadinya!).

Menurut saya, menolak kritik juga sama halnya dengan menolak nasehat. Orang-orang kafir dikatakan sombong karena ia tidak mau menerima nasehat alias kebenaran dari Rasul. Terkadang seseorang merasa apa yang ia lakukan "sempurna", lebih baik dari yang lainnya. Ketika diberi nasehat ia pun mengelak, tidak mau disalahkan, merasa dirinya adalah yang terbaik. Naudzubillahi min dzaalik.

Jujur saja, saya dahulu adalah tipikal yang tidak mau menerima kritik, marah ketika dikritik, malu, bahkan merasa paling benar. Tetapi saya sadar bahwa menerima kritik adalah cara membuat kita lebih dewasa dan bijaksana. Di tahun 2006 saat menginjak bangku kelas 6 SD, saya meminta teman-teman saya untuk memberikan kritik pada saya dalam sebuah buku (bukunya masih saya simpan sampai sekarang). Ada yang menulis begini...
"Ita kamu baik, tapi aku nggak suka sama kamu kalau kamu nggak mau ngajarin aku rumus matematika"
Ada juga yang nulis ini "Ita itu orangnya sedikit sombong sih tapi baik kok"
Ada juga yang nulis ini *ngakak kalau ini* "Kamu kalau sama temen-temen n guru sering usil, besok lagi kalau SMP dan seterusnya kamu jangan sering usil" ----- Waduhhh maaf yaaa sampai sekarang masih usil 😆

Perasaan saya waktu itu bak diterpa angin kencang yang merobohkan tembok cina... Sakit...Tetapi akhirnya saya TAHU APA YANG KUDU DIPERBUAT SELANJUTNYA (ini hikmah pertama suatu kritikan).
Setelah melalui perenungan, saya mulai sadar bahwa kritikan dari teman saya memang benar. Sejak saat itu, saya mencoba memperbaiki diri menjadi Ita yang nggak pelit buat ngajarin temen 😆

"Suka" dikritik berlanjut ketika SMP begitu pula SMA. Paling parah waktu di SMA sih, karena ada temen yang mengkritik secara terbuka, menuliskan namaku secara terang-terangan  di blog yang bisa diakses seantero SMA 😞 (saya aja tahunya dari temen SMA kalau nama saya nongol di blognya). Rasanya sedih banget (hikmah kedua : jangan mengeritik orang lain di depan umum).

Oke Sob... Jadi mari kita bersikap dewasa dengan menerima segala kritikan untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi ***cheer up*** dan yang pasti supaya kita gak dicap sebagai manusia sombong.

Ini dia buku "kritik" dari temen2 jaman SD *maaf alay beud*
PERHATIAN :Tulisan ini adalah nasehat untuk diri saya sendiri, kalau kamu merasa ini nasehat buat kamu ya nggak papa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Celupkan Jarimu Ke Air Lautan (Taufiq Ismail)

Bertanya seseorang pada junjungan kita; Wahai Rasulullah tercinta Bandingkan dunia kini dengan akhirat nanti Menjawab Rasulullah Sallallahu’alaihiwassalam; Celupkan jarimu ke air lautan Air yang menetes dari ujung jarimu Itulah dunia seisinya Air yang selebihnya di lautan Air yang seluruh di samudra Itulah akhirat nanti Wahai alangkah kecil arti dunia Wahai alangkah kerdil arti dunia Wahai alangkah remeh arti dunia Wahai alangkah wahai Tak berartinya dunia Yang mengejar akhirat Akan mendapatkan akhirat dan dunia Yang mengejar dunia Cuma mendapat dunia

Komik Anti Pacaran

Ini komik recommended banget! Baca aja pasti semakin mantep buat nggak pacaran, yang udah terlanjur masih ada kesempatan kok untuk memperbaiki diri :) Taken from  http://www.ngomik.com/chapter/20536/masihkah-ingin-pacaran/read?page=1 Klik gambar untuk memperbesar.